WMO: Kadar Karbondioksida Tertinggi Sepanjang Sejarah Picu Cuaca Ekstrem
lighthousedistrict.org – Kadar karbondioksida (CO₂) di atmosfer bumi kini mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah peradaban manusia. Laporan terbaru World Meteorological Organization (WMO) pada Rabu, 15 Oktober 2025, menyebut bahwa kadar CO₂ tahun lalu melampaui semua rekor sejak pencatatan dimulai pada 1957.
Peningkatan kadar gas rumah kaca ini menyebabkan suhu global terus meningkat dan memicu berbagai fenomena cuaca ekstrem di seluruh dunia. WMO menegaskan bahwa laju pertumbuhan CO₂ kini sudah tiga kali lebih cepat dibandingkan tahun 1960-an. Tingkat konsentrasi ini bahkan belum pernah terjadi dalam 800 ribu tahun terakhir.
Pembakaran Fosil dan Deforestasi Jadi Pemicu Utama
Lonjakan CO₂ disebabkan oleh penggunaan batu bara, minyak, dan gas yang masih dominan sebagai sumber energi. Selain itu, kebakaran hutan besar-besaran turut memperparah pelepasan karbon ke atmosfer. Kemampuan alam, seperti laut dan hutan, untuk menyerap karbon kini juga semakin melemah.
Menurut data WMO, rata-rata konsentrasi CO₂ global pada 2023–2024 naik sebesar 3,5 bagian per juta (ppm) setiap tahun. Angka ini merupakan peningkatan tahunan tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.
“Panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca mempercepat perubahan iklim dan memperburuk cuaca ekstrem,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal WMO, Ko Barrett, seperti dikutip dari PBS, Jumat, 17 Oktober 2025.
Alam Mulai Gagal Menyerap Emisi Karbon
Pejabat ilmiah senior WMO, Oksana Tarasova, menyebut peningkatan CO₂ menjadi tanda melemahnya sistem penyerap alami. Salah satu contoh nyata adalah hutan Amazon yang kini mengalami kekeringan ekstrem. Akibatnya, hutan tersebut tidak hanya gagal menyerap karbon, tetapi juga melepaskannya kembali ke udara.
“Sistem penyerap alami mulai gagal. Kita mungkin mendekati titik kritis di mana hutan Amazon dapat mati sepenuhnya,” tegas Barrett.
Dampak Global dan Ancaman Jangka Panjang
Ahli iklim dari Climate Analytics, Bill Hare, menilai temuan WMO sebagai peringatan serius bagi dunia. Menurutnya, meskipun emisi bahan bakar fosil relatif stabil tahun lalu, peningkatan CO₂ menunjukkan adanya efek umpan balik dari kebakaran hutan dan pemanasan laut.
“Ini tanda jelas bahwa dunia sedang menuju kondisi iklim yang sangat berbahaya,” ujarnya.
Selain CO₂, WMO juga melaporkan peningkatan signifikan gas rumah kaca lain seperti metana dan dinitrogen oksida. Kedua gas ini turut memperkuat efek pemanasan global.
Baca Juga : “Anak Shin Tae-yong Kena Sindir di Media Sosial Setelah Patrick Kluivert Dipecat Timnas Indonesia“
Target Perjanjian Paris Makin Sulit Dicapai
Dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, WMO memperingatkan bahwa target Perjanjian Paris 2015 untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5°C kini semakin sulit dicapai. Beberapa negara bahkan masih memperluas penggunaan energi fosil, yang berpotensi memperburuk situasi.
Data dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa kadar CO₂ pada 2025 masih meningkat, meski sedikit lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, tren ini menempatkan bumi pada jalur kenaikan suhu hingga 3°C dalam beberapa dekade mendatang — cukup untuk memicu bencana iklim jangka panjang.
Seruan Aksi Nyata untuk Menekan Emisi
WMO menyerukan tindakan segera dari pemerintah dan industri untuk menekan emisi karbon. Investasi besar pada energi terbarukan, penghijauan kembali, dan pengelolaan hutan berkelanjutan menjadi langkah penting untuk mengurangi dampak pemanasan global.
“Pengurangan emisi bukan hanya demi iklim, tetapi juga untuk keamanan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Barrett.
Jika tren ini tidak segera dibalik, dunia akan menghadapi masa depan dengan cuaca ekstrem lebih sering, krisis pangan, dan peningkatan bencana alam akibat perubahan iklim yang tak terkendali.
Baca Juga : “Erick Thohir Ditanya Target Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2025, Jawabannya Bikin Ngakak“
